Sebagai caddy, begitu pemandu ini dipanggil, Jumidi tak boleh tidur. Ia harus siap-siaga sepanjang waktu dikala tamunya memancing di Pantai Bekah, Dusun Temon, Kecamatan Purwosari, Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Tiga dari 15 tamunya dari kota itu tertidur pulas dengan 20-an kilogram ikan hasil mancing.
Sejenak Jumidi meregangkan tubuhnya sambil tetap menjaga beberapa joran yang masih dipasang di antara tonjolan watu karang. Pospor yang menyala di ujung joran sesekali bergerak di kegelapan malam dan pertanda umpan sedang dimakan ikan. Dengan sekuat tenaga, Jumidi menarik joran sambil meneriakkan, Dewa Baruna, kulo nyuwun iwak (Dewa Baruna, aku minta ikan).
Angin yang bertiup kencang dari arah Laut Selatan Gunung Kidul sedang kurang akrab dengan para pemancing malam itu. Sebanyak 15 pemancing mulai terlelap, tetapi Jumidi tetap setia menjaga alat pancing. Jika salah seorang dari pengusaha yang ditemaninya mancing hari itu mulai terbangun, joran harus sudah siap dipegang.
Marno (40), rekan Jumidi sesama pemandu di tebing karang, juga terjaga sepanjang malam. Baru ketika para pemancing yang ditemaninya beristirahat, Jumidi dan Marno bisa berkisah banyak wacana hidup sebagai pemandu. Menjadi pemandu tak sekadar pekerjaan, tetapi hobi.
Sebelum menjalaninya, Jumidi dan Marno cuma bisa memancing dengan memakai bambu dan senar seharga Rp 17.000. Sejak menjadi pemandu sekitar 1982, setiap final pekan mereka pun bisa turut menikmati mancing dengan alat pancing seharga Rp 35 juta lebih setiap joran. Seorang pemancing yang baik hati bahkan meninggalkan sebuah joran lengkap untuk Jumidi.
Dari uang yang dikumpulkannya sebagai pemandu, Jumidi sekarang mempunyai 50 ekor kambing dan 4 ekor lembu. Dia biasanya memperoleh Rp 200.000 per malam, belum lagi kalau para pemancing memberi tambahan. Jumidi memang populer sebagai orang yang tak bisa membisu di desanya. Dia petani tadah hujan, sekaligus pencari lobster karang.
Bergaul dengan banyak pejabat, pengusaha, dan dosen, lulusan sekolah dasar itu bermimpi bisa menyekolahkan empat anaknya sampai perguruan tinggi tinggi. Sulung Junaidi sekarang telah duduk di kursi sekolah menengah kejuruan. Semua anak aku masuk ranking di kelas, bisiknya bernada bangga.
Belum selesai bercerita, Jumidi bergegas menyiapkan wedang teh dan kopi bagi beberapa pengusaha yang malam itu didominasi dari Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA). Tim KTNA ini sedang menggelar turnamen mancing di tebing dan gres pertama kali digelar di Indonesia. Turnamen diikuti 300 pemancing dengan hadiah utama kambing.
Sebagai pemandu, kiprah Jumidi tak sekadar berkutat duduk masalah pancing. Dia pun menjadi pengangkut barang pemancing yang beratnya bisa 1 kuintal. Dia biasanya menyunggi beban itu di kepala dengan keranjang bambu rata-rata 2 kilometer.
Resep Jumidi untuk menjaga ketahanan badan yaitu mengonsumsi jamu rebusan daun pepaya. Sebelum para pemancing datang di Pantai Bekah, Jumidi turut membantu perjaka karang taruna dari Dusun Temon memasang tenda dan membersihkan bangunan permanen yang sengaja dibangun untuk istirahat pemancing tebing.
Jumidi dan Marno tak pernah bisa duduk diam. Mereka harus terus bergerak: meracik umpan, melempar pancing, menarik mata pancing yang menyangkut di karang, memperbaiki pancing, menyebarkan minuman, menciptakan Jumidi tak pernah jauh dari pemancing. Setiap pemandu bisa menangani dua sampai tiga sekaligus pemancing tebing.
Ketua KTNA Nasional Winarno Tohir, misalnya, hanya tinggal duduk membisu dan menjaga mata pancing sampai dimakan ikan. Jika ikan yang dipancing terlalu berat atau di atas 40 kilogram, Jumidi pun segera dipanggil untuk membantu menarik pancing. Jika mampu, ya ditarik sendiri. Puncak kenikmatan memancing ya ketika menarik tangkapan ikan, ucap Winarno.
Winarno mengatakan, keindahan tebing pantai di Gunung Kidul tiada padanannya
di Indonesia. Dari tebing karang Pantai Bekah, pemancing bisa menyaksikan kemunculan ikan lumba-lumba, hiu, dan paus hitam tanpa harus memakai kapal. Tak heran Winarno rela tidur beralas tikar di pantai sambil memancing sebulan sekali.
Di kalangan pencinta memancing, tebing-tebing karang di wilayah Gunung Kidul yaitu surga. Tebing-tebing curam itu tak hanya menunjukkan keindahan panorama alam yang terisolasi.
Meskipun nama dan tugasnya sama dengan caddy yang biasa ditemui di lapangan golf, caddy di tebing karang terdiri dari penduduk lokal bertubuh kekar.
Wilayah Gunung Kidul menyajikan lokasi pancing menarik di 100 titik pantai bertebing. Setiap final pekan, kesunyian pantai yang terisolasi itu bermetamorfosis hangat oleh kehadiran pencinta mancing....
Sumber: www.kompas.com
0 Response to "Infoikan -Rock Fishing Ditemani Caddy"
Post a Comment